Tongkonan adalah rumah adat masyarakat suku Toraja yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Arsitektur tongkonan dikenal dengan bentuknya yang khas melalui struktur bawah, tengah dan atas yang memiliki keindahan estetika struktur dan konstruksinya. Mekanika sistem struktur membentuk suatu sistem estetika arsitektural. Tongkonan tidak lagi dijadikan rumah tempat tinggal tetapi sudah tidak dihuni lagi dikarenakan setiap keluarga yang mendiami Tongkonan pada umumnya telah membangun rumah tinggal sendiri. Rumah adat Tongkonan yang sarat dengan ukiran mengandung makna yaitu melambangkan status sosial pemilik Tongkonan menempati lapisan atas
Pembahasan
Tongkonan dalam bahasa Toraja diartikan sebagai tempat duduk (tongkon= duduk). Tongkonan merupakan rumah panggung tradisional Masyarakat Toraja berbentuk persegi empat panjang. Dibuat sebagai rumah panggung, agar penghuni tidak mudah diganggu oleh binatang buas.
Kata tongkonan berasal dari kata tongkon yang berarti ‘duduk’, mendapat akhiran ‘an’ maka menjadi tongkonan yang artinya tempat duduk dan ongan berarti bernaung. Duduk dan bernaung merupakan perpaduan pengertian kata Tongkonan. Arti kata tongkon dapat digunakan dalan sistem konstruksi dengan padanan kata meletakkan bagian satu dengan lainnya dalam istilah struktur disebut dengan menyusun bagian satu dengan lainnya.
Tongkonan adalah rumah adat orang Toraja, yang merupakan tempat tinggal, kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya orang Toraja. Tongkonan tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara komunal dan turun temurun oleh keluarga atau marga Suku Tana Toraja.
Tongkonan biasanya dijaga dan dipelihara oleh seseorang yang dipercayakan mengelolanya (to ma’kampai tongkonan), dan biasanya orang yang sekaligus membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) serta menjaga, memelihara, dan mengorganisir upacara-upacara yang dilaksanakan oleh anggota keluarga tongkonan tersebut. Menggadaikan atau menjual harta tongkonan, khususnya Rumah Tongkonan dan/atau lahan dimana ia didirikan, dipercaya akan membawa bencana.[8] Beberapa wilayah di Toraja, seperti di Kecamatan Saluputti Kabupaten Tana Toraja, menyebut Tongkonan dengan “Tokkonan”.
Struktur bangunan
Arsitektur tongkonan dikenal dengan bentuknya yang khas melalui struktur bawah, tengah dan atas yang memiliki keindahan estetika struktur dan konstruksinya. Sistem struktur dan konstruksi arsitektur Tongkonan merupakan sistem struktur yang terpisah antara bagian bawah (sulluk banua), bagian tengah (kale banua), dan bagian atap (rantiang banua). Setiap bagian memiliki sistem struktur dan konstruksi yang berbeda.
Mekanika sistem struktur membentuk suatu sistem estetika arsitektural. Sistem struktur dan konstruksi pada Tongkonan adalah struktur jamak, gaya reaksi dari sebuah bagian struktur menjadi beban aksi pada bagian struktur yang menahannya. Sistem struktur utama bangunan rumah Tongkonan adalah sistem kerangka. Kerangka bagian atas lantai merupakan bagian dari dinding yang sekaligus berfungsi untuk memikul beban atap. Beban dinding badan bangunan diteruskan ke kolom rangka kaki, dan sebagian besar beban disalurkan melalui umpak ke muka tanah.
Konstruksi susun tumpang tindih dan ikat dari material bambu dan ditopang oleh tiang memberikan kekuatan struktur sehingga bagian ini juga dapat berdiri sendiri dan terpisah dengan bagian konstruksi Tongkonan lainnya. Konstruksi rumah adat Tongkonan terbuat dari kayu tanpa menggunakan unsur logam seperti paku. Tongkonan atau rumah adat Toraja, selalu berbentuk segi empat, ukuran panjang dan lebar telah disebut di atas. Ragam hias atau ukiran pada Tongkonan merupakan simbol pengharapan agar penghuni rumah dapat hidup dengan baik.
Fungsi
Tongkonan saat ini telah kehilangan fungsinya sebagai hunian utama. Keluarga Toraja masa kini umumnya membangun rumah tinggal pribadi dengan gaya arsitektur yang tidak berbeda dengan rumah modern di perkotaan Indonesia pada umumnya. Jika masih tersedia lahan di dekat tongkonan, biasanya anak keturunan empunya tongkonan akan mendirikan rumah di sebelah barat.
Tongkonan merupakan ‘kursi’ dari nenek moyang yang dihormati yang menemukan rumah tersebut. Salah satu keturunan dari sang penemu (the founders), kepala kelompok keluarga, memimpin ‘Rumah’ dan segala isinya. Dia bertanggungjawab untuk mengamati semua upacara, tak peduli apakah upacara tersebut besar atau kecil, dimana ‘Rumah’ (tongkonan) adalah pusat sosial dan religius bagi kelompok keluarga. Tongkonan merupakan representasi mikrokosmik dari makrokosmik. Tongkonan dapat berupa rumah tradisional (banua) dan lumbung padi (alang atau korang).